OKSIDENTALISME DAN PERADABAN BARAT
PENDAHULUAN
Secara historis, islam dan barat memiliki mata rantai atau sumber ilmu
pengetahuan yang sama yaitu di Persia, Yunani dan Romawi. Ketiga kota tersebut
memiliki peran penting dalam berkembangnya ilmu pengetahuan dan peradaban saat
ini. Dalam perkembangan peradaban dan keilmuan terdapat beberapa fase yaitu
fase permulaan, fase perkembangan dan fase keruntuhan.dalam sejarah tercatat
bahwa masa kejayaan peradaban dan berkembangnya ilmu pengetahuan untuk pertama
kalinya ada di negara islam yang di mulai pada masa pemerintahan Rasulullah
hingga tiga kejayaan kerajaan islam terbesar yaitu kerajaan usmani di turki,
kerajaan maghal di india dan kerajaan
Dalam catatan sejarah juga
disebutkan bahwa barat yang pertama kali belajar kepada islam yang kemudian
dilanjutkan oleh islam yang belajar ke barat karena islam tengah mengalami fase
keruntuhan. Barat mulai mengatur strategi dalam melakukan peperangan terhadap
islam bukan melalui pedang, pada abad ke-17 barat kemudian mencetuskan studi
ketimuran yang sering di sebut orientalisme yang mempunyai motif untuk
menghancurkan islam, untuk melakukan perlawanan terhadap barat maka Dr. Hassan
Hanafi mencetuskan oksidentalisme sebagai jawaban dari orientalisme.
Dalam makalah ini akan membahas tentang
pengertian oksidentalisme dan juga bagaimana perkembangan peradaban barat.
Rumusan Masalah:
1. apa
itu Oksidentalisme?
2. Bagaimanakah perkembangan peradaban barat?
PENGERTIAN OKSIDENTALISME
Oksidentalisme
adalah kajian kebaratan atau sebuah kajian konprehensif dengan meneliti dan
merangkum semua aspek kehidupan masyarakat barat,dalam oksidentalisme,posisi
subyek menjadi terbalik, Timur sebagai subjek pengkaji dan barat sebagai objek
kajian.lebih dari ini,kelahiran Oksidentalisme lebih didorong oleh faktor
emosional atas kekalahan dari barat yang dialami oleh dunia timur pada umumnya
dan dunia islam khususnya.
Oksidentalisme
sebagai sebuah istilah dan disiplin keilmuan diperkenalkan oleh seorang
cendikiawan muslim asal Mesir,Hassan Hanafi, ia berusaha mengkaji barat dalam kacamata timur, sehingga ada
keseimbangan dalam proses pembelajaran antara barat dan timur.Dunia barat
selama ini dipandang sangat mendominasi dalam kajian ketimuran, khususnya
kajian ke-islaman. Bahkan, diera kolonial,orientalisme dianggap sebagai senjata
untuk menundukan bangsa-bangsa timur.[1]
Misi Oksidentalisme adalah mengurai dan menetralisasi
distorsi sejarah antara Timur dan Barat,dan mencoba meletakan kembali Peradaban
Barat pada proporsi geografisnya. dan tidak menutup kemungkinan untuk mengambil
manfaat dari kajian-kajian ke-Islam-an (Islamologi) mereka atau paling tidak
memakai metodologi mereka dalam mengkaji bahkan mengkritisi beberapa ajaran dan
tradisi dalam Islam. Namun Yang terakhir inilah, yakni al-Intifa min al-Ghorb
menjadi perdebatan yang mengakar antara dua kelompok (pemikiran) Islam di
hampir seluruh penjuru bumi Allah ini; yaitu antara kelompok Tradisionalis dan
Modernis (sekularis; julukan yang sering diberikan oleh kelompok Tradisionalis
kepada kelompok kedua ini). Kelompok pertama, mewakili kelompok yang sering
disebut militan-fundamentalis (terutama oleh kelompok modernis) yang mewakili
bahwa kebesaran umat Islam tergantung kepada kesadaran mereka dalam
melaksanakan ajaran agamanya dengan kembali kepada ajaran inti al-Qur’an dan
Sunnah.
Sejarah Oksidentalisme bermula pada abad 17
hingga abad 18 M yaitu masa disintegrasi kekuasaan Islam, hilangnya
rasionalisme dan mengentalnya sufisme dalam kehidupan masyarakat Islam
merupakan fenomena yang menganjal dan sekaligus sebagai pertanda bagi degradasi
Islam. Sebaliknya, pada waktu itu pula dunia Barat sedang mencapai prestasi di
bidang sains dan teknologi.Sebagai upaya untuk mengejar ketertinggalan dan
melepaskandiri dari cengkraman kolonial Barat, dunia Islam, terutama Mesir dan
Turki melakukan studi tentang
kemajuan-kemajuan Barat baik di bidang sains
dan teknologi. Sekitar dua abad,mereka berguru terhadap orang Barat dalam
berbagai hal, namun hal tersebut belum bisa mengantarkan dunia Islam kepada
kemajuan yang diharapkan. Sementara studi tentang pemikiran atau filsafat Barat
masih terlalu prematur, sehingga studi tersebut belum memuaskan dan memberi
konstribusi bagi Intelektual Islam. Ketidakpuasan kajian tesebut, setidaknya dapat
dilihat dari dua faktor. Pertama, kajian yang ada masih sarat dengan
subyektifitas. Kedua, kajian yang ada hanya sekadar promosi peradaban orang
lain yang kering dari kritisisme.
Barat yang telah hadir di tengah-tengah
kehidupan umat Islam dengan berbagai produknya membawa dampak positif dan
negatif. Dampak negatif itu kemudian menjadi problem bagi kemajuan dunia Islam.
Oksidentalisme digagas sebagai bentuk respon terhadap problem tersebut yang
berupa tantangan modernitas.
Menurut Hasan Hanafi, oksidentalisme yang
dibangunnya mempunyai akar sejarah dalam khasanah keilmuan Islam, karena
hubungan antara dunia Islam dengan Barat tidak hanya terjadi pada abad modern,
melainkan telah dimulai sejak 12 abad yang silam. Hal itu terjadi ketika ulama
berhadapan dengan filsafat Yunani.
Studi oksidentalisme ketika Islam berada pada
puncak kejayaanya dan sebagai pusat peradaban dunia. Pada mulanya, umat Islam
lebih bersikap pasif dalam mengkaji budaya dan pemikiran Yunani. Kajian dalam
fase ini, ditekankan hanya untuk mengetahui pemikiran-pemikiran tersebut
kemudian dialih bahasakan secara tekstual kedalam bahasa Arab, tanpa melakukan
kajian lebih kritis. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi dilakukanya
penerjemahan secara tekstual, antara lain:untuk menjaga validitas bahasa,
keterbatasan bahasa Arab dalam memahami tema-tema baru yang tidak dijumpai
sebelumnya, dan membangun logika yang belum dimiliki oleh umat Islam.
Olehkarenanya, fase ini disebut dengan masa terjemahan tekstual.
Oksidentalisme tidak terbatas pada pengertian mengkaji Barat dengan
kemudian memahami peradaban Barat, mendiskusikannya, mengaguminya, atau bahkan
menjadikannya sebagai panutan dan tolok ukur. Tidak juga terbatas pada kritik
yang senpit sebagaimana opini dalam artikel atau komentar-komentar belaka.
Karena semua itu dapat dilakukan tanpa harus ada oksidentalisme. Siapapun dapat
melakukan bahkan orang Barat sekalipun. Tujuan oksidentalisme di samping
mempelajari Barat sebagai sebuah peradaban, juga untuk membangun kemandirian
ego. Sebagaimana yang dilakukan oleh pendahulu dalam melakukan dialektika
dengan Yunani.
Proyek Hassan Hanafi yang disebut “Tadisi dan Pembaruan” terdiri
dari tiga agenda, ketiga agenda tersebut diantaranya: sikap kita terhadap
tradisi lama, sikap kita terhadap tradisi Barat, dan sikap kita terhadap
realitas.[2]
Konsep
oksidentalisme ini sebenarnya merupakan “wacana dekonstruksi” terhadap hegemoni
Barat yang digelar melalui oksidentalisme. Barat telah lama menjadikan Timur
sebagai objek kajian. Dan pada saat yang sama yang terjadi di kalangan Timur
hanya komentar dan komentar. Kalaupun ada kritik tak ada yang dilakukan secara
komprehensif. Maka dari itu Hassan Hanafi memandang perlu mengangkat
oksidentalisme sebagai displin ilmu yang mencerminkan semangat kebangkitan Timur
(Islam).
PERKEMBANGAN PERADABAN
BARAT
Islam merupakan agama
samawi terakhir yang diturunkan Allah kepada manusia melalui utusan
terakhir-Nya Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi dan rasul, hal ini
menjadikan ajaran Islam sebagai agama paripurna yang menyempurnakan segala
aturan dari agama-agama samawi sebelumnya.
Kedatangan agama Islam
yang didakwahkan Nabi Muhammad menampakkan kilaunya setelah Nabi Muhammad
hijrah ke Madinah dan seruannya diterima dengan baik di kota tersebut, cahaya
Islam mulai menyala dan dalam waktu yang singkat menerangi kegelapan di jazirah
Arabia, bahkan lambat laun menerangi daerah-daerah sekitarnya sehingga pada
masa itu Madinah telah menjelma menjadi sebuah negara besar dengan seorang
pemimpin besar tak kalah besarnya dengan Imperium Romawi di Barat dan Imperium
Persia di Timur.
Dalam sejarah tercatat
bahwasannya islam memegang peranan basar dalam berbagai bidang pada masa
tersebut dan hal tersebut dapat di amati melalui peran nabi menjadi pemimpin
besar di madinah yang kemudian di lanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan adanya
tiga kerajaan besar islam yang berdiri di spanyol, turki dan india yang
memiliki peranan besar dalam penyebaran islam. Baratlah yang pertama kali
belajar kepada islam tentang ilmu pengetahuan dan lain sebagainya, telah kita
ketahui juga bahwasannya dalam peradaban tentu terdapat beberapa fase antara
lain fase permulaan, fase kebangkitan dan fase keruntuhan. Pada masa tersebut
islam tengah mengalami fase keruntuhan yang kemudian posisi islam digantikan
oleh barat, pada abad ke-17 setelah terjadinya renaisance, barat mulai
meluncurkan serangan kepada islam dengan melakukan studi tentang ketimuran atau
biasa disebut orientalisme. Pada abad ke-20 Dr. Hassan Hanafi seorang pembaharu
dan cendekiawan muslim memunculkan studi baru tentang barat yang biasa disebut
oksidentalisme sebagai jawaban atau bantahan terhadap studi yang telah
dilakukan barat terhadap islam, akan tetapi dalam studi oksidentalisme Hassan
Hanafi tersebut lebih pada upaya pembebasan diri dari tuduhan atu hegemoni
barat.
Dalam rentan tiga abad
para orientalis telah berhasil mencetak pemikiran bahwasannya barat adalah
pemegang otoritas tertinggi di dunia atau biasa disebut sebagai superioritas
dan sedangkan negara yang lain hanyalah sebagai inferioritas termasuk negara
timur atau biasa disebut negara islam, sadar atu tidak sebenarnya hal tersebut
masih melekat pada pemikiran umat islam bahwasannya barat adalah superioritas,
segala sesuatu atau produk dari barat adalah merupakan sebuah produk yang tidak
perlu ditanyakan kembali kualitasnya, bahkan para pelajarpun lebih memilih
menggunakan literatur barat termasuk pelajar muslim entah apa yang terjadi.
Untuk itu Hassan Hanafi mencetuskan studi oksidentalisme dengan tujuan agar
umat islam dapat melakukan pembebasan diri dari cengkraman atau hegemoni barat
yang telah melekat dalam diri umat islam.[3]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelahiran oksidentalisme dipicu oleh
dominasi kajian Barat terhadap Islam dan adanya akibat westernisasi yang
berpengaruh luas tidak hanya pada budaya dan konsepsi tentang alam, tapi juga
mengancam kemerdekaan peradaban manusia, karena Selama ini
Barat menilai dirinya sebagai peradaban yang matang, humanis, dan modern Hadirnya
oksidentalisme bertujuan menguraikan inferioritas hubungan Timur dan Barat,
menumbangkan superioritas Barat dengan menjadikannya objek kajian dan
melenyapkan inferioritas Timur dengan menjadikannya sebagai subjek pengkaji.
Oksidentalisme bertujuan mengakhiri mitos bahwa
Barat sebagai representasi seluruh umat manusia serta sebagai pusat kekuatan
dan penentu modernitas, menghapus eurosentrisme dan menjelaskan bagaimana
kesadaran Eropa mengambil posisi tertinggi sampai pada tahap hegemoni
di sepanjang sejarah. Selain itu, oksidentalisme juga mengembalikan kebudayaan
Barat ke batas alamiahnya setelah selama kejayaan imperialisme menyebar keluar
melalui penguasaan teknologi media informasi, pusat penelitian ilmiah dan media
penakluk lainnya.
Sudah saatnya umat Islam
percaya diri untuk menggali khazanah sendiri yang bersumber dari kalangan
sendiri yang begitu kaya, tanpa harus terhanyut oleh pesona khazanah import
yang datang dari luar Islam yang dapat meracuni umat dan membawa umat jauh dari
akar keIslamannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arkoun. Muhammade,Orientalisme vis a vis Oksidentalisme, (Jakarta : Pustaka Firdaus 2008)
Hanafi, Hassan,
Oksidentalisme; Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, Trj. M. Naji Bukhori
(Jakarta: Paramadina,2000)
oksidentalisme-dan-peradaban-barat.html
Post a Comment
Post a Comment